PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI INDONESIA
Makalah ini
disusun untuk menyelesaikan tugas
Rehabilitasi
Anak Berkebutuhan Khusus
Semester 1
Disusun oleh:
Nama : Intan Febrika Ramaswami
Nim : K5112034
Kelas : A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012/2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... I
DAFTAR ISI................................................................................................... II
GARIS BESAR ISI ARTIKEL...................................................................... 1
TELAAH KRITIS
Pendapat
Ahli......................................................................................... 3
Pendapat
Sendiri..................................................................................... 3
Hasil
Penelitian....................................................................................... 4
SIMPULAN..................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 6
LAMPIRAN.................................................................................................... 7
GARIS
BESAR ISI ARTIKEL
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI INDONESIA
Pendidikan
merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan
hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa
terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel)
seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Anak-anak yang memiliki perbedaan
kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan
khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan
Sekolah Luar Biasa (SLB).
Lembaga
pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan
fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka
dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani
untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan
pendidikan atau sekolah bagi mereka.
Pendidikan luar
biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional,
mental sosial, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pada mulanya
yang dimaksud dengan anak kebutuhan pendidikan khusus hanyalah anak yang
tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan saja. Namun, dewasa ini anak
dengan kebutuhan pendidikan khusus termasuk pula anak lantib dan berbakat. Diperkirakan
antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang
ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus.
Istilah anak
berkebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk anak dan remaja secara fisik,
psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap. Anak
berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi
kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan
khusus, pendidikan inklusi, dan kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan
sosial. “Selama dua dekade terakhir istilah anak cacat telah digantikan dengan
istilah anak dengan kebutuhan kesehatan khusus,
Berikut ini macam-macam pendidikan luar biasa
1. System pendidikan segregas
System pendidikan dimana anak berkelainan
terpisah dari system pendidikan anak normal. Penyelenggaraan system pendidikan
segregasi di laksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaran
pendidikan untuk anak normal.
2.
System Pendidikan Integrasi
System pendidikan luar biasa yang bertujuan memberikan pendidikan yang
memungkinkan anak luar biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan
bersama dengan siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal.
3.
Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus)
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya.
Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah
pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi
sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi
setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada
bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan
lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
TELAAH KRITIS
Ø Menurut
pendapat ahli
Anak
berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau
yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan berbakat (Mulyono, 2006:26).
Program
pendidikan luar biasa untuk anak dan remaja berkebutuhan khusus memiliki
spesifikasi yang tentu saja berbeda dari program pendidikan yang diperuntukkan
bagi anak dan remaja dalam kondisi normal. Program pendidikan ini secara umum
ditujukan untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi kehidupan ‘yang
sebenarnya’ setelah mereka lepas dari lingkungan sekolah (Hunt dan
Marshall, 2005).
Hardman, dkk.
(2002); Heward (2003); dan Hunt dan Marshall (2005) bahwa keterlibatan
yang diharapkan dari orangtua tidak hanya terbatas pada pemilihan lembaga
pendidikan yang sesuai dan pemantauan hasil akhir pendidikan, akan tetapi juga
dengan memantau seluruh proses belajar anak serta aktif mengambil bagian di
dalamnya, dari waktu ke waktu.
Sindhunata
(2006) menjelaskan bahwa pendidikan pada prinsipnya justru harus dimulai dari
rumah. Sekolah bukanlah pengganti pendidikan di rumah, tetapi lebih merupakan
pelengkap atas apa yang tidak dapat diberikan di rumah.
Ø Menurut
pendapat sendiri
Menurut pendapat saya, pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus sangatlah berbeda dengan pendidikan anak normal, akan tetapi pendidikan
untuk anak berkebutuhan khusus sangat penting dan diperlukan, karena selain
memudahkan mereka berkomunikasi dengan orang lain, mereka juga dapat
mengembangkan bakat mereka dengan cara lewat pendidikan yang mereka terima di
sekolah, mereka juga dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar, selain itu
mereka juga tidak akan ketinggalan jaman, dan akan terus dapat menyesuaikan
perkembangan seperti anak normal lainnya.
Adanya pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus juga
dapat meningkatkan rasa percaya diri pada anak berkebutuhan khusus, bahwa dia
itu seperti anak normal lainnya yang dapat meraih prestasi dan bergaul dengan
siapapun, dan menjadikan kekurangannya itu sebagai kelebihan dari bakat yang
dia punya.
Ø Menurut hasil
penelitian
Buchori (2006),
pendidikan akan gagal tanpa partisipasi orangtua. Salah satu syarat utama yang
harus dipenuhi orangtua dalam mengupayakan kerjasama yang baik dengan pihak
sekolah agar proses pendidikan berlangsung optimal adalah dengan memberikan
perhatian penuh terhadap pertumbuhan anak sebagai pribadi, dan bukan hanya
perhatian terhadap apa yang dicapai anak.
efektivitas
berbagai program penanganan dan peningkatan kemampuan hidup anak dan remaja
yang memiliki kebutuhan khusus akan sangat tergantung pada peran serta dan
dukungan penuh dari keluarga dan masyarakat (Hallahan dan Kauffman, 1988;
Hardman, dkk., 2002; Heward, 2003; dan Hunt dan Marshall, 2005).
Menurut Prof.
Dr. Fawzie Aswin Hadi (Universitas Negeri Jakarta) mengisahkan sekolah Inklusi
(SD. Muhamadiyah di Gunung Kidul) sekolah ini punya murid 120 anak, 2 anak
laki-laki diantaranya adalah Tuna Grahita, dua anak ini dimasukan oleh kedua
ibunya ke kelas I karena mau masuk SLBC lokasinya jauh dari tempat tinggalnya
yang di pegunungan. Keluarga ini tergolong keluarga miskin oleh sebab itu
mereka memasukkan anak-anaknya ke SD. Muhamadiyah. Perasaan mereka sangat
bahagia dan bangga bahwa kenyataannya anak mereka diterima sekolah.
SIMPULAN
Pendidikan
untuk anak luar biasa sangat penting untuk diterapkan pada anak luar biasa,
karena pendidikan sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka, antara lain:
·
Pendidikan merupakan
kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar
lebih bermartabat.
·
Pendidikan
mempengaruhi tingkat percaya diri anak luar biasa
·
Dengan
pendidikan anak luar biasa dapat mengekspresikan bakat yang dia miliki
·
Adanya
pendidikan menjadikan anak luar biasa dapat berkomunikasi dengan orang lain
seperti anak normal lainnya
·
Memberi tujuan
yang jelas untuk masa depan mereka
·
Mengubah suatu
perbedaan antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal menjadi suatu
kesamaan
·
Tetapi keluarga
adalah peran paling penting dalam pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus
DAFTAR PUSTAKA
Geoniofam, Mengasuh
dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus,Garailmu, Jogjakarta2010
lampiran
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI
INDONESIA
Tina Tuslina 20 May
2012
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar
setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat.
Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang
bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki
perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal
31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi
keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang
berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik
maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini
telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas
keberagaman dalam masyarakat.
Selama itu anak-anak yang memiliki
perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus
disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah
Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun
tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok
eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling
mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam
interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang
teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab
dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa
keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di
sekitarnya
Dewasa ini peran lembaga pendidikan
sangat menunjang tumbuh kembang dalam berolah system maupun cara bergaul dengan
orang lain. Selain itu lembaga pendidikan tidak hanya sebagai wahana untuk
system bekal ilmu pengetahuan, namun juga sebagai lembaga yang dapat memberi
skill atau bekal untuk hidup yang nanti diharapkan dapat bermanfaat didalam
masyarakat.
Sementara itu lembaga pendidikan
tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi
juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok
yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan
tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi
mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan
pendidikan anak- anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak
hanya bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada
anak-anak normal yang lainnya.
Beberapa sekolah telah dibuka bagi
anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. System pembelajaran yang disesuaikan
dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan sekolah –
sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan masa depan anak anda karena
sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan
segala kekurangan dan kelebihannya.
Pendidikan luar biasa adalah
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional, mental sosial,
tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Selain itu pendidikan
luar biasa juga berarti pembelajaran yang dirancang khususnya untuk memenuhi
kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai
apabila kebutuhan siswa tidak dapat diakomodasikan dalam program pendidikan
umum. Secara singkat pendidikan luar biasa adalah program penbelajaran yang
disiapakan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa.
Sejarah
Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa
Para ahli sejarah pendidikan
biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada akhir abad ke 18
atau awal abad ke 19. Di indonesia sejarah perkembangan luar biasa dimulai
ketika belanda masuk ke indonesia,( 1596 – 1942 ) meraka memperkenalkan system
persekolahan dengan orientasi barat. untuk pendidikan bagi anak–anak penyandang
cacat di buka lembaga-lembaga khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna
netra,tuna grahita tahun 1927 dan untuk tuna rungu tahn 1930. Ketiganya
terletak di kota Bandung.
Tujuh tahun setelah proklamasi
kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan yang pertama mengenai
pendidikan. Mengenai anak- anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental ,
undang – undang itu menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan
dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan ( pasal 6 ayat 2 ) dan untuk itu
anak –anak tersebut ( pasal 8) yang mengatakan semua anak – anak yang sudah
berumur 6 tahun dan 8 tahun berhak dan diwajibkan belajar disekolah sedikitnya
6 tahun dengan ini berlakunya undang – undang tersebut maka sekolah – sekolah
baru yang khusus bagi anak – anak penyandang cacat. Termasuk untuk anak tuna
daksa dan tuna laras, sekolah ini disebut sekolah luar biasa.
Berdasarkan urutan sejarah
berdirinya SLB pertama untuk masing – masing katagori kecacatan SLB itu
dikelompokan menjadi :
a. SLB bagian A untuk anak tuna netra
b. SLB bagian B untuk anak tuna rungu
c. SLB bagian C untuk anak tuna Grahta
d. SLB bagian D untuk anak tuna daksa
e. SLB bagian E untuk anak tuna laras
f. SLB bagian F untuk anak tuna ganda
Konsep pendidikan terpadu diperkenalkan di indonesia
pada tahun 1978 yang bertujuan khusus untuk anak tuna netra.
Pasal –
Pasal Yang Melandasi Pendidikan Luar Biasa
Seluruh warga negara tanpa
terkecuali apakah dia mempunyai kelainan atau tidak mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin oeh UUD 1945 pasal 31 ayat1 yang mengumumkan.
Bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
Pada tahun 2003 pemerintah
mengeluarkan undang- undang no 20 tentang system pendidikan nasional ( UUSPN ).
Dalam undang – undang tersebut dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan pendidikan
bagi anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut ;
Bab 1( pasal 1 ayat 18 ) Wajib belajar adalah program
pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh warga negara Indonesia atas
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah
Bab II ( pasal 4 ayat 1 ) Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis berdasarkan HAM,agama,kultural, dan kemajemukan bangsa.
Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang
memiliki kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus.
Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 )
Pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional,mental,sosial atau memiliki
potensi kecerdasan.
Pada mulanya yang dimaksud dengan
anak kebutuhan pendidikan khusus hanyalah anak yang tergolong cacat atau yang
menyandang ketunaan saja. Namun, dewasa ini anak dengan kebutuhan pendidikan khusus
termasuk pula anak lantib dan berbakat.
Hakikat Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus dapat
dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan,
dan juga anak lantib dan berbakat (Mulyono, 2006:26). Dalam perkembangannya,
saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau
luar biasa. Ketunaan berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan hanya
berkenaan dengan dengan kecacatan sedangkan konsep berkelainan atau luar bisa
mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan.
Banyak istilah digunakan untuk
mencoba mengkategorikan anak-anak dengan kebutuhan khusus, beberapa istilah
yang dapat membantu guru mengumpulkan informasi yang merencanakan untuk
masing-masing anak mencakup: dungu, gangguan fisik, lumpuh otak, gangguan
emosional, ketidakmampuan mental, gangguan pendengaran, gangguan pengllihatan,
ketidak mampuan belajar, autistuk, dan keterlambatan perkembangan.
Kata-kata yang sering digunakan
seiring berasal dari konsep lama dan mengabaikan sikap dan pengharapannegatif
petunjuk berikut berguna memikirkan dan merencanakan dengan ketidakmampuan:
· Tekankan keunikan dan nilai dari
semua anak daripada perbedaan mereka.
· Jaga pandangan masing-masing: hindari penekanan ketidakmampuan dengan
mengenyampingkan pencapaian masing-masing.
· Pikirkan cara anak yang tidak berkemampuan dapat melakukan sesuatu
sendiri ayau untuk anak yang lain.
· Berikan lingkungan di mana anak yang bermasalah ikut serta dalam
kegiatan dengan anak yang tidak bermasalah dan cara-cara yang bermanfaat satu
sama lainnnya.
Anak Usia Dini yang membutuhkan perhatian khusus
Pada kenyataannya, di berbagai
Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (LPAUD), baik di TK, Kelompok Bermain, Taman
Penitipan Anak dan satuan PAUD sejenislainnya selalu saja terdapat anak-anak
yang membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dijelaskan oleh Jamaris (2006:80-92)
dan Mulyono (2006:6-9), bahwa terdapat masalah-masalah perilaku psikososial,
berkesulitan belajar, ataupun anak dengan gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktif. Disisi lain, Jamaris (2006:94-100) juga menjelaskan bahwa
terdapat anak dengan tingkat intelegensi yang luar biasa, seperti anak tuna
grahita atau anak gifted dan berbakat.
Masalah-masalah perilaku psikososial yang seringkali
muncul adalah:
(1) Penakut,
seperti takut pada binatang, takut pada gelap, kilatan petirdan suara
gemuruhyang menyertainya,takut pada orang asing dan atau rasa takut yang muncul
dalam benak anak berdasarkan fantasi yang dibuatnya sendiri;
(2) Perilaku
agresif, yang tampak pada tindakan-tindakan anak yang cenderung melukai anak
lain, seperti menggigit, mencakar atau memukul. Biasanya perilaku seperti ini
muncul sejak usia 2,5-3 tahun, selanjutnya perilaku tersebut seolah hilang dan
berganti dengan ekspresi mencela, mencaci atau memaki (Jamaris 2006:81);
(3) Pendiam,
menarik diri dan atau rendah diri, perilaku ini disebabkan oleh sikap orang tua
yang terlalu berlebihan dalam mengontrol perilaku anak, yaitu adanya berbagai
larangan yangg pada akhirnya berujung pada pengekangan pada diri anak. Hal ini
tampak pada orangtua yang selalu mengatakan ‘tidak boleh ini, tidak boleh
itu…atau jangan begini, jangan begitu…’.
Belakangan ini, seringkali juga
terdengar istilah anak dengan budaya Autisme. Kanner dalam Jamaris (2006:85)
adalah orang yang mengemukakan istilah autisme; Anak autis adalah anak yang
mengalami outstanduing fundamental disorder, sehingga tidak mampu
melakukan interaksi dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat
menutup diri dan tidak peduli, serta tidak memperhatikan lingkungannya
(Greenspan dan Wider dalam Jamaris, (2006:85).
Anak yang mengalami kesulitan
belajar adalah anak yang memiliki intelegensi normal atau diatas normal, akan
tetapi mengalami satu atau lebih dalam aspek-aspek yang dibutuhkan untuk
belajar. Istilah kesulitan belajar terjemahan dari learning disability,
sebenarnya tidak tepat, seharusnya diterjemahkan sebagai ketidakmampuan belajar
(Mulyono, 2006:6)
Kesulitan belajar ini disebabkan
karena terjadi disfungsi ringan dalam susunan syaraf pusat (minimal brain
disfunction). Kesulitan belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu:
1. Kesulitan
belajar yang berhubungan dengan perkembangan (development learning disability)
dengan disfungsi yang dapat terlihat pada kelainan persepsi, kesulitan dalam
menerima informasi, menyusun informasi agar dapat dipahami, bahkan sulit dalam
mengkomunikasikan informasi yang diterima atau didengar, yang berdampak pada
kesulitan bahasa dan komunikasi, seperti sulit dalam mengucapkan kata-kata,
merangkai kata, sulit menyebutkan nama benda akibat keterbatasan kosa kata; kesulitan
koordinasi gerakan visual motorik, yang berdampak pada kesulitan dalam
melakukan koordinasi gerakan visual (pandangan mata) – motorik (gerakan tangan,
jari tangan atau kaki) secara serempak dan terarah pada satu tujuan, seperti
sulit memasukkan sedotan kedalam botol kosong, menendang bola kaki, selalu
meleset; Kesulitan berpikir, yang menyangkut kesulitan dalam melakukan operasi
kognitif (berpikir), sulit dalam mengfungsika formasi konsep, asosiasi dan
pemecahan masalah, seperti tidak mampu membuat klasifikasabenda-benda yang
dapat terbang di angkasa, tidak mampu manghubungkan pengalaman yang telah ada
dengan pengalaman baru (Reid dan Lovit dalam Jamaris, 2006:87-91).
2. Kesulitan
belajar akademik (academic learing disabilities) yang ditunjukan pada adanya
kagagalan-kagagalan dalam pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan
kapasitas yang diharapkan, mencakup kegagalan dalam penguasaan keterampilan
dalam membaca, manulis, dan atau matematika.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa penyebab kesulitan
belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis,
sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor
eksternal yaitu antara lain berapa strategi pembelajaran tang keliru,
pengelolaan kagiatan belajar yang tidak memebangkitkan motivasi belajar anak,
dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat (Mulyono,
2006:13).
Perilaku lainnya adalah anak dengan
gangguan pemusatan perhatian/hiperaktif, dikenal dengan sebutan ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder) adalah anak yang sulit melakukan seleksi
terhadapstimulus yang ada disekitarnya, yang berakibat sulit dalam memusatkan
perhatiannya dan menjadi hiperaktif, tampak dalamperilaku yang selalu bergerak,
impulsif/ bertindak tanpa berpikir, tidak dapat menahan marah, kekecewaan dan
atau suka mengganggu. Papalia dan Olds ( 1995:298) menuliskan bahwa dari
keseluruhan populasi anak terdapat sekitar 3% anak dengan ADHD; Anak laki-laki
memiliki kemungkinan 6 sampai 9 kali lipat untuk mengalami ADHD dibandingkan
anak perempuan. Selanjutnya dikatakan bahwa tanda-tanda ADHD teiah muncul pada
usia 4 tahun atau dibawah 10 tahun, namun biasanya orang tua baru menyadari
anaknya cenderung ADHD setelah anak masuk sekolah.
Selain berbagai masalah dan
kesulitan yang telah dikemukakan di atas, terdapat juga anak usia dini dengan
tingkat intelegensi yang luar biasa, yaitu anak tunagrahita serta anak gifted
dan berbakat. Jamaris (2006:94-95) menjelaskan bahwa anak tunagrahita atau anak
mentally retarded adalah kelompok anak yang memiliki tingkat intelegensi
dibawah normal. Ketunagrahitaan tampak dalam kesulitan ‘adaptive behavior’ atau
penyesuaian perilaku, dimana mereka tidak dapat mencapai kemandirian yang
sesuai dengan ukuran (standar) kemandirian dan tanggungjawab sosial. Anak
tunagarahita juga mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan
berpartisipasi dengan kelompok teman yang memiliki usia sebaya.
Disisi lain, suatu ramhat bagi
beberapa orangtua yang dikaruniai anak gifted dan berbakat, anak gifted dan
talented (berbakat) adalah anak yang memiliki kemampuan yang luar biasa, baik
intelegensinya maupun bakat khusus dan kreativitasnya, sehingga anak mampu
mencapai kinerja dengan kualitas yang luar biasa. Untuk mewujudkan potensi yang
tersembunyi tersebut, maka diperlukan layanan pendidikan khusus disamping
pendidikan yang diberikan pada anak normal di sekolah biasa (Jamaris
2006:100-101). Anak gifted dan talented biasanya memiliki kreativitas yang
tinggi, seperti:
(1)
Kelancaran dalam memberikan jawaban dan mengemukakan pendapat ataupun ide-ide.
(2)
Kelenturan dalam mengemukakan berbagi alternatif dalam pemecahan masalah.
(3)
Kemampuan dalam menghasilkan berbagai ide atau karya yang merupakan keaslian
dari hasil pikirannya sendiri. Bakat khusus ditunjukkan oleh anak dalam
beberapa bidang tertentu, misalnya sangat berbakat pada bidang musik, atau
bidang IPA seperti menciptakan berbagai temuan dalam sains.
MACAM-MACAM PENDIDIKAN LUAR BIASA
a. System pendidikan segregasi
System
pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari system pendidikan anak normal.
Penyelenggaraan system pendidikan segregasi di laksanakan secara khusus dan
terpisah dari penyelenggaran pendidikan untuk anak normal.
Ø Keuntungan system pendidikan segregasi
- Rasa
ketenangan pada anak luar biasa
- Komunikasi
yang mudah dan lancar
- Metode
pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak
- Guru
dengan latar belakang pendidikan luar biasa
- Sarana dan
prasarana yang sesuai
Ø Kelemahan system pendidikan segregasi
-
Sosialisasi terbatas
-
Penyelenggaraan pendidikan yang relative mahal
b. System Pendidikan Integrasi
System pendidikan luar biasa yang
bertujuan memberikan pendidikan yang memungkinkan anak luar biasa memperoleh
kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa normal agar dapat
mengembangkan diri secara optimal.
Ø Keuntungan System Integrasi
- Merasa di
akui haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh pendidikan
- Dapat
mengembangkan bakat ,minat dan kemampuan secara optimal
- Lebih
banyak mengenal kehidupan orang normal
- Mempunyai
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi
- Harga diri
anak luar biasa meningkat
c. Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus)
Pendidikan inklusi adalah termasuk
hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan
inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang
berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan
yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam
pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status
sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah
pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak
lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Salah satu kelompok yang paling
tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini
bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus
fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka
juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar